Isu Putusan MK Nomor 129/PUU-XXII/2024 Diklarifikasi Oleh Kuasa Hukum Dendi Alif

Kuasa Hukum Tim Dendi-Alif, Gugum Ridho Putra, Dkk. (Ist)

Infonesia.net, Kutai Kartanegara – Gugum Ridho Putra, S.H., M.H., selaku Kuasa Hukum Tim Dendi-Alif, menyayangkan adanya kekeliruan dalam pemberitaan yang beredar belakangan ini. Ia menilai penting untuk memberikan klarifikasi terkait hal tersebut.

“Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 129/PUU-XXII/2024 sebenarnya konsisten dengan tiga putusan MK sebelumnya yang menegaskan bahwa pencalonan Edy Damansyah tidak memenuhi syarat,” jelas Gugum.

Dirinya mengatakan bahwa ketiga putusan MK yang dimaksud adalah Putusan Nomor 22/PUU-VII/2009, Nomor 67/PUU-VIII/2020, dan Nomor 2/PUU-XXI/2023, yang menegaskan bahwa masa jabatan kepala daerah dihitung baik untuk jabatan sementara maupun definitif.

Ia juga mengimbau agar Putusan Nomor 129/PUU-XXII/2024 dipahami sesuai konteksnya, di mana putusan tersebut mengatur status pasangan calon yang menjadi kepala daerah definitif sejak tanggal pelantikan.

BACA JUGA  Pemdes Rapak Lambur Gelontorkan 13 Persen ADD Untuk Lawan Stunting

Dalam konteks pelantikan, hal tersebut nantinya akan menjadi dasar perhitungan untuk jabatan definitif, bukan jabatan sementara. Terkait perhitungan jabatan sementara, Tim Hukum Dendi-Alif mengusulkan agar penyelenggara Pemilihan cukup merujuk pada tiga putusan Mahkamah sebelumnya.

Lanjutnya, Dia menjelaskan bahwa jika mengacu pada Pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-XXI/2023, khususnya pada paragraf [3.13.3], MK telah menyatakan:

Kata ‘menjabat’ merujuk pada masa jabatan yang dihitung satu periode, yaitu masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih dari masa jabatan kepala daerah.

Oleh karena itu, melalui putusan a quo, Mahkamah perlu memperjelas bahwa masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih memiliki pengertian yang sama, tanpa membedakan apakah masa jabatan tersebut dijalani secara definitif atau sebagai penjabat sementara.

BACA JUGA  Proses Seleksi Paskibraka Kukar Memasuki Tahap Wawancara, Kesbangpol Kukar Pilih Empat Terbaik

“Dari sini sudah jelas bahwa masa jabatan sementara, seperti penjabat atau pelaksana tugas kepala daerah, tidak dihitung sejak pelantikan, melainkan sejak individu tersebut mulai menjalankan penugasan sebagai penjabat atau pelaksana tugas kepala daerah,” serunya.

Dalam praktiknya, penjabat atau pelaksana tugas kepala daerah tidak dilantik, melainkan diresmikan melalui pengukuhan. Namun, hal tersebut tidak berarti bahwa masa jabatan yang telah dijalani tidak dihitung. Putusan MK dengan jelas menyatakan bahwa masa jabatan penjabat sementara, seperti penjabat atau pelaksana tugas kepala daerah, tetap harus dihitung.

Kuasa Hukum Dendi-Alif juga mengingatkan para pakar, pengamat, dan terutama dosen hukum tata negara agar tidak memberikan pernyataan yang tidak komprehensif terkait hal ini, karena dapat menyesatkan pemahaman masyarakat.

BACA JUGA  Dendi-Alif Tegaskan Tak Akan Utamakan Kepentingan Kelompok Atau Golongan pada Kepemimpinannya

“Pengamat dan akademisi memiliki tanggung jawab moral untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Jangan sampai karena kepentingan politik, masyarakat dibiarkan terjebak dalam pemahaman yang keliru,” tegasnya.

Ia juga menekankan bahwa pasangan Edi Damansyah dan Rendi Solihin tidak sah sebagai pasangan calon. Hal ini disebabkan keduanya telah menjalani dua periode masa jabatan kepala daerah, baik saat menjabat sebagai penjabat sementara menggantikan Bupati Kukar sebelumnya, maupun setelah terpilih sebagai Bupati definitif untuk periode kedua.

“Harus dipahami bahwa ini bukan tentang pelantikan, melainkan tentang masa jabatan yang telah dijalani. Pak Edy Damansyah sudah menjalani masa jabatan sebagai penjabat sementara dan bupati definitif, yang jika dihitung secara keseluruhan sudah mencapai dua periode,” tutupnya.

Bagikan:

Berita Terkait